Minggu, 24 April 2022

Resume Calon Guru Penggerak Angkatan IV hingga Modul 3.1

Rangkuman Proses Perjalanan Pembelajaran Saya Sampai Saat ini 
pada Program Guru Penggerak

Pertanyaan pemandu dalam resume ini sebagai berikut :
  1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? Pandangan Ki Hadjar Dewantara melalui filosofi Pratap Triloka, yaitu "Ing ngarso sung tulodho. Ing madyo mangun karso. Tut wuri handayani" ini menjadi titik balik dan landasan filosofi paling utama yang harus diperhatikan pendidik dalam mengambil suatu keputusan, Pratap Triloka ini pula yang menjadi landasan tujuan pendidikan pendidikan Indonesia, pengaruh lainnya, dengan menjadi teladan, penyemangat dan dorongan, pendidik akan senantiasa memberi dengan ikhlas dan penuh pertimbangan, inilah sebenarnya keputusan yang paling bijak yang dilakukan oleh pendidik.
  2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? Nilai - nilai universal yang tertanam dalam diri kita akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan, bila sifat seseorang yang tidak egois, Reflektif, kolaboratif dan memiliki jiwa sosial akan mengambil keputusan dengan menggunakan prinsip berpikir berbasis hasil akhir, bila nilai yang tertanam dalam diri kita sebagai pribadi yang mandiri, jujur, komitmen akan mengambil keputusan dengan prisip berpikir berbasis peraturan, serta bila seseorang pemimpin memiliki nilai empati yang tinggi dia akan mengambil keputusan berdasarkan prinsip berpikir berbasis rasa peduli.
  3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya. Bapak Fasilitator yaitu Bapak Supomo, S.Pd, M.Si pada sesi Ruang Kolaborasi telah memberikan pemahaman yang baik tentang pengambilan keputusan ini, dimna penekanan pengambilan keputusan yaitu pada 9 langkah pengujian, sebagai kerangka pengambilan keputusan. saya pikir ini sangat efektif untuk menentukan dan memutuskan kasus yang bersifat dilema etika.
  4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan? Aspek sosial emosional perlu dikelola dengan baik dalam mengambil suatu keputusan, pengelolaan emosi dan fokus adalah salah bentuk ketenangan jiwa dan kesejukan hati dalam memikirkan dan memutuskan suatu kasus, hal ini akan sangat berefek terhadap pertimbangan-pertimbangan tanpa melihat latarbelakang, hubungan emosional sehinggan keputusan yang diambil benar-benar mampu mengakomodir kedua belah pihak.
  5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Studi kasus yang berkenaan dengan etika moral, artinya kedua kasus ini dua nya benar. Seorang pemimpin yang memiliki talenta dan loyalitas tentu akan mengambil keputusan dengan berpikir berbasis peduli, hal ini dikarenakan nilai-nilai budaya yang berkembang di negara kita adalah nilai budaya gotong royong dan saling peduli terhadap orang lain, nilai inilah yang kebanyakan orang memilikinya dan tertanam dalam dirinya, pemimpin yang memiliki nilai-nilai ini akan senantiasa peduli dan berempati.
  6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Pengambilan yang tepat dan tercipta lingkungan yang aman adalah pengambilan keputusan yang didasarkan pada landasan 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujiannya, hal ini menjadi tepat karena dalam pengujian tersebut semua fakta tentang kasus di uji, sehingga kalau kita katakan ada kesalahan tentunya kesalahan itu masih dalam persentase yang kecil bahkan hampir tidak ada kesalahan.
  7. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? Dilingkungan saya selama ini belum ada situasi yang sulit dalam memutuskan suatu persoalan, dimana hampir sebagian besar kasus yang mengandung dilema etika diselesaikan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli. Namun demikian kalaupun kedepan menemui kesulitan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika, tentu hal ini dipengaruhi oleh sebagian kecil dari unsur-unsur lain, diantaranya unsur politik, unsur intervensi dari atasan dan unsur iri hati. bila hal ini terjadi disinilah seorang pemimpin harus berani memutuskan perkara-perkara yang rumit dengan berpedoman pada kerangka pengambilan keputusan diatas, Insyaallah keputusan yang diambil akan berefek baik walaupun ada sebagian yang kurang sependapat.
  8. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Sebagai pendidik yang visioner dan berpikir merdeka, baik itu merdeka belajar ataupun merdeka mengajar, dalam konteks merdeka belajar murid -murid tentu akan diperlakukan dengan sangat baik dan dinamis, dimana hak-hak nya dalam belajar di penuhi oleh pendidik diataranya hak untuk menghasilkan produk pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat peserta didik, dan hak nya dalam belajar dengan lingkungan yang kondusif dan nyaman. inilah potret pengajaran yang merdeka dan berlandaskan profil pelajar pancasila.
  9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya? Pertanyaan ini sangat bagus untuk dibahas dan dikembangkan opini nya, sebagai pemimpin pembelajaran yang memilki anak didik yang berpotensi medapatkan masa depan yang cerah, tentu perlakuan nya dimulai sejak usia dini, pendidik yang visioner dan berpikir masa depan murid-muridnya tentu akan menuntun tumbuhnya kodrat anak, menumbuhkan kodrat dan memperbaiki prilaku budi pekertinya adalah sebuah keputusan yang sangat berdampak pada murid dimasa yang akan datang, hal ini sesuai dengan pengambilan keputusan berbasis hasil akhir, dan mengguanakan paradigma dilema etika jangka pendek Vs jangka panjang.
  10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? Landasar Filosofi Ki Hadjar Dewantara, tentang tujuan pendidikan sangat jelas dan terarah, Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

    Dalam filosofi ini jelas tergambarkan bahwa pendidikan itu menuntun anak bukan menuntut anak, dalam proses menuntun, pendidik membutuhkan Skill dan ilmu didikan agar proses menuntun ini dapat berkembang dan dirasakan efektif oleh muridnya, selama menjalani pendidikan guru penggerak kami sudah sampai pada modul 3.1, Skill yang dibutuhkan guru/pendidik dalam proses menuntun adalah :

    1. Membiasakan Budaya Positif dalam Menuntun

    Pada Modul 1.4 tentang budaya positif, disini pendidik disuguhkan pengetahuan tentang erubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol tujuannya agar CGP melakukan refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya, sehingga mampu mengembangkan disiplin yang lebih baik dari yang sudah berjalan, memahami 3 motivasi prilaku manusia agar pendidik mampu mengidentifikasi landasan anak melakukannya, membuat kenyakinan kelas sebagai pondasi dan landasan memecahkan konflik, memahami 5 kebutuhan dasar manusia, 5 Posisi Kontrol dan Segitiga Restitusi.

    2. Melaksanakan Pembelajaran yang Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional

    Penerapan pembelajaran yang berdiferensiasi adalah salah satu cara menuntun anak agar tumbuh kekuatan kodratnya, pembelajaran ini menjawab cara menuntun yang terintegrasi dalam pembelajaran dikelas, mengapa demikian, hal ini dikarenakan pembelajaran berdiferensiasi mengakomodir kebutuhan belajar anak, dalam pembelajaran ini juga anak dituntun untuk berkreasi dengan konten-konten yang diminatinya sehingga anak mampu menampilkan performa belajar nya sesuai dengan minat dan bakatnya, bila ada anak yang masih malu-malu maka pendidik akan menjalankan memprosesnya dalam bentuk bimbingan khusus secara individu dan kelompok, dalam pembelajaran berdiferensiasi ini pula anak akan lebih berinovasi dalam menghasilkan produk-produk belajar nya sesuai dengan kemampuan dan kreatifitas masing-masing. inilah mengapa pembelajaran berdiferensiasi mampu menuntun anak mendapatkan potensi dirinya yang selama ini tidak difasilitasi dengan baik oleh pendidik.

    Pembelajaran Sosial Emosional juga memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, menuntun egala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam pembelajaran Sosial Emosional ini ada kompetensi-kompetensi khusus yang harus diajarkan pada anak diantaranya Kesadaran Diri (Pengenalan Emosi), Pengelolaan diri (Pengelolaan Emosi dan Fokus), Kesadaran Sosial (Rasa Empati), Kemampuan Kerjasama dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Poin-poin inilah yang harus disuntikkan pada anak-anak agar mereka benar-benar tertuntun dengan baik diri mereka sehingga tujuan pendidikan seperti yang dikemukakan oleh KHD dapat terwujud dengan baik.

    3. Coaching sebagai proses dalam Menuntun

    Coaching adalah salah satu jalan yang ditempuh peserta didik untuk melejitkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak, pada proses coaching inilah pendidik menggali potensi-potensi anak melalui pertanyaan - pertanyaan terbuka dan kontruktif, melalui coaching ini juga pendidik melakukan komunikasi yang asertif dan tidak menghakimi anak. proses menuntun seperti ini akan sangat nyaman dan emosional anak akan selalu terkontrol karena pendidik mendongkrak kemampuan-kemampuan anak yang selama ini terpendam dan tidak tersentuh dengan cara-cara yang bijak.

    4. Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

    Sebagai pendidik yang sudah melakukan tuntunan di atas dan anak sudah di bekali pengetahuan-pengetahuan agar dia mampu mencapai keselamatan dan kebahagian dalam hidup bermasyarakat, pada taraf ini pendidik sudah bisa dikatakan telah melakukan proses menuntun dengan formasi dan kerangka menuntun yang diharapkan oleh KDH, sebagai agen of change pedidik masih memiliki tuntutan akhir yaitu mengambil keputusan yang berpihak pada anak. Pengambilan keputusan ini tentu harus memiliki pondasi dan pedoman yang konkrit agar keputusan tersebut dapat dirasakan efeknya dengan baik oleh peserta didi, seperti yang dikemukakan oleh Mas Mentri "Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan yang transformational, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid? (Nadiem Makarim, 2020). Dari pandangan Mas Mentri Pendidikan terlihat jelas bahwasanya keputusan yang diambil adalah keputusan yang berdampak pada murid, filosofi apa yang mendasari ini, tak lain adalah dalam menuntun anak tidak cukup dengan berbekal praktik-praktik baik yang selama ini dijalankan oleh pendidik bila pemangku kepentingan tidak mengambil keputusan yang berpihak pada murid. Sebagai Pedoman dalam pengambilan Keputusan, Pendidik ataupun pemangku kepentingan dapat mempedomani pada 4 Paradigma Dilema Etika, 3 Prinsip Pengambilan keputusan dan 9 Langkah Pengujian. (Penjelasan mengenai ini akan kita kupas pada tulisan saya selanjutnya)

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

“Kreativitas adalah tentang membuat hubungan antara satu hal dengan hal lainnya. Ketika Anda bertanya pada orang-orang kreatif bagaimana mereka melakukan sesuatu, mereka merasa sedikit bersalah karena mereka tidak benar-benar melakukannya. Mereka hanya menemukan sesuatu yang kemudian menjadi jelas bagi mereka. Yang mereka lakukan adalah melihat hubungan antara berbagai pengalaman dan merumuskan hal baru.”

(Steve Jobs)

Filosofi Ki Hadjar Dewantara Sebagai Landasan dalam Pengambilan Keputusan Pemimpin Pembelajaran

Landasar Filosofi Ki Hadjar Dewantara, tentang tujuan pendidikan sangat jelas dan terarah, Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

Dalam filosofi ini jelas tergambarkan bahwa pendidikan itu menuntun anak bukan menuntut anak, dalam proses menuntun, pendidik membutuhkan Skill dan ilmu didikan agar proses menuntun ini dapat berkembang dan dirasakan efektif oleh muridnya, selama menjalani pendidikan guru penggerak kami sudah sampai pada modul 3.1, Skill yang dibutuhkan guru/pendidik dalam proses menuntun adalah :

1. Membiasakan Budaya Positif dalam Menuntun

Pada Modul 1.4 tentang budaya positif, disini pendidik disuguhkan pengetahuan tentang
Kesepakatan Kelas 
perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol tujuannya agar CGP melakukan refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya, sehingga mampu mengembangkan disiplin yang lebih baik dari yang sudah berjalan, memahami 3 motivasi prilaku manusia agar pendidik mampu mengidentifikasi landasan anak melakukannya, membuat kenyakinan kelas sebagai pondasi dan landasan memecahkan konflik, memahami 5 kebutuhan dasar manusia, 5 Posisi Kontrol dan Segitiga Restitusi.

2. Melaksanakan Pembelajaran yang Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional

Penerapan pembelajaran yang berdiferensiasi adalah salah satu cara menuntun anak agar tumbuh kekuatan kodratnya, pembelajaran ini menjawab cara menuntun yang terintegrasi dalam pembelajaran dikelas, mengapa demikian, hal ini dikarenakan pembelajaran berdiferensiasi mengakomodir kebutuhan belajar anak, dalam pembelajaran ini juga anak dituntun untuk berkreasi dengan konten-konten yang diminatinya sehingga anak mampu menampilkan performa belajar nya sesuai dengan minat dan bakatnya, bila ada anak yang masih malu-malu maka pendidik akan menjalankan memprosesnya dalam bentuk bimbingan khusus secara individu dan kelompok, dalam pembelajaran berdiferensiasi ini pula anak akan lebih berinovasi dalam menghasilkan produk-produk belajar nya sesuai dengan kemampuan dan kreatifitas masing-masing. inilah mengapa pembelajaran berdiferensiasi mampu menuntun anak mendapatkan potensi dirinya yang selama ini tidak difasilitasi dengan baik oleh pendidik.

Proses Pembuatan Tape dalam pembelajaran berdiferensiasi

Pembelajaran Sosial Emosional juga memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, menuntun
segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam pembelajaran Sosial Emosional ini ada kompetensi-kompetensi khusus yang harus diajarkan pada anak diantaranya Kesadaran Diri (Pengenalan Emosi), Pengelolaan diri (Pengelolaan Emosi dan Fokus), Kesadaran Sosial (Rasa Empati), Kemampuan Kerjasama dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Poin-poin inilah yang harus disuntikkan pada anak-anak agar mereka benar-benar tertuntun dengan baik diri mereka sehingga tujuan pendidikan seperti yang dikemukakan oleh KHD dapat terwujud dengan baik.

3. Coaching sebagai proses dalam Menuntun

Coaching adalah salah satu jalan yang ditempuh peserta didik untuk melejitkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak, pada proses coaching inilah pendidik menggali potensi-potensi anak melalui pertanyaan - pertanyaan terbuka dan kontruktif, melalui coaching ini juga pendidik melakukan komunikasi yang asertif dan tidak menghakimi anak. proses menuntun seperti ini akan sangat nyaman dan emosional anak akan selalu terkontrol karena pendidik mendongkrak kemampuan-kemampuan anak yang selama ini terpendam dan tidak tersentuh dengan cara-cara yang bijak.

4. Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Sebagai pendidik yang sudah melakukan tuntunan di atas dan anak sudah di bekali pengetahuan-pengetahuan agar dia mampu mencapai keselamatan dan kebahagian dalam hidup bermasyarakat, pada taraf ini pendidik sudah bisa dikatakan telah melakukan proses menuntun dengan formasi dan kerangka menuntun yang diharapkan oleh KDH, sebagai agen of change pedidik masih memiliki tuntutan akhir yaitu mengambil keputusan yang berpihak pada anak. Pengambilan keputusan ini tentu harus memiliki pondasi dan pedoman yang konkrit agar keputusan tersebut dapat dirasakan efeknya dengan baik oleh peserta didi, seperti yang dikemukakan oleh Mas Mentri "
Pengambilan Keputusan adalah seni berkolaborasi dengan yang lain
Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan yang transformational, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid? (Nadiem Makarim, 2020). Dari pandangan Mas Mentri Pendidikan terlihat jelas bahwasanya keputusan yang diambil adalah keputusan yang berdampak pada murid, filosofi apa yang mendasari ini, tak lain adalah dalam menuntun anak tidak cukup dengan berbekal praktik-praktik baik yang selama ini dijalankan oleh pendidik bila pemangku kepentingan tidak mengambil keputusan yang berpihak pada murid. Sebagai Pedoman dalam pengambilan Keputusan, Pendidik ataupun pemangku kepentingan dapat mempedomani pada 4 Paradigma Dilema Etika, 3 Prinsip Pengambilan keputusan dan 9 Langkah Pengujian. (Penjelasan mengenai ini akan kita kupas pada tulisan saya selanjutnya)

KESIMPULANNYA

       Menuntun anak yang dibutuhkan Skill dan Kompetensi yang harus dimiliki peserta didik diantaranya; Kompetensi Budaya Positif untuk membiasakan anak melakukan hal-hal yang baik dalam praktiknya di lingkungan keluarga dan sekolah, Dalam pembelajaran, proses menuntun terintegrasi dalam pembelajaran yang berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional, kenapa dalam pembelajaran ini, karena pembelajaran tersebut mengakomodir kebutuhan belajar anak dan mengajarkan nilai-nilai universal dalam praktik pengelolaan emosi dan rasa empati. Dengan demikian setelah pendidik melakukan semua proses menuntun maka sampailah pada pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dimana keputusan tersebut di lakukan dengan mempertimbangkan 4 Peradigma dilema etika, 3 Prinsip Pengambilan Keputusan dan 9 Langkah Pengujian Keputusan.

Program Beasiswa Master Trainer Orbit Guru Merdeka Program Master Trainer Orbit Guru Merdeka adalah program paling bergengsi dalam mencetak ...